10.09.2011

Presepsi Purba Kala

Beberapa hari yang lalu, sekolahku mendapat kunjungan dari salah seorang putra bangsa yang berhasil mengadu nasib di luar negeri. Tepatnya di amerika. Dia bernama Mr. Patriawan. Beliau merupakan seorang yang bekerja di perusahaan penerbangan di amerika. Beliau menempati posisi yang strategis di mana tak banyak orang yang dapat menghuni posisi itu. Saya kurang tahu posisi apakah itu karena yang saya dengar hanya seperti itu. Ia merupakan salah satu korban dari pemutusan hubungan kerja oleh PT Dirgantara akibat dari krisis moneter pada tahun 1998. Dan peristiwa itu merupakan awal dari perubahan dalam hidupnya.

Menurutku, ia bukanlah seseorang yang istimewa. Karena ia hanya bercerita tentang perjalanan hidupnya dan aku menganggap semua itu wajar-wajar saja. Tapi ada suatu hal yang kuanggap menarik ketika beliau bercerita. Yaitu ketika salah seorang temanku bertanya "Pak, biasanya orang yang bisa bekrja di luar negeri dan sukses itu kan orang yang pinter banget. Lha gimana sama saya? Saya kan orangnya gak pinter. Otak saya pas-pasan. Gak encer kayak bapak." Kemudian Pak Patriawan menjawab,"Kita sebagai manusia nggak boleh ngrendahin diri kayak gitu. Masih banyak cara buat sukses di luar negeri. Mereka sama kayak kita. Gak ada yang spesial di sana. Toh banyak penari-penari daerah kita yang sukses di sana menjadi penari. Itu kan buktinya. Sukses di luar negeri gak harus pinter di otak. Tapi juga bisa pinter dalam hal yang lain.Yang penting kita bisa memaksimalkan potensi kita."

Setelah itu saya pun langsung berpikir. Apakah ini yang dimaksud dengan penyeragaman presepsi? Orang-orang di sekitarku ada yang hanya mengartikan sempit sebatas pintar dalam akademis semata. Sebenarnya pintar mempunyai arti yang sangat luas. Tidak hanya pintar di akademis, tapi bisa juga di dalam kreativitas, bersosial, beragama dan masih banyak pintar-pintar yang lain. Mungkin masyarakat kita sudah terbiasa mengartikan pintar yang sebatas di akademis. Sehingga pintar selalu identik dengan nilai di atas kertas yang sekarang dapat kita beli.

Masyarakat kita tidak terbiasa untuk berpikir luas nan kritis. Itulah sebabnya penyeragaman presepsi sangat marak di negeri ini. Sehingga menjadikannya sendiri untuk selalu mengekor terhadap suatu pola pikir atau main set yang telah ada. Selalu mengikuti tanpa tahu salah atau benarnya suatu presepsi sudah menjadi sebuah adat yang mendarah daging. Jika sudah mendarah daging seperti itu maka akan sangat susah di ubah. Karena semua itu sudah menjadi bagian dalam hidup. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan negara kita selalu mengikut dengan semua budaya yang masuk ke negeri ini. Entah itu bersifat membangun ataupun merusak.

Kita, sebagai generasi muda seharusnya lebih berpikir luas dan tidak selalu mengekor dengan segala pemikiran yang sudah ada. Karena tak semua pola pikir yang terdapat di masyarakat itu baik dan benar. Sehingga kita harus mempunyai filter dari wawasan yang kita miliki untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk agar tak terjebak dalam paradigma sempit nan dangkal. Yang mana selalu mengikuti pola pikir yang telah ada tanpa ada inovasi untuk memperbaikinya. Maka, Jadilah pelopor inovasi yang cerdas dan bukan sebagai bebek yang selalu mengikuti tanpa ada makna ataupun arti yang jelas.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;