9.08.2012 0 komentar

Wong gunung? Ra Urusan!

Ramadhan sudah meninggalkan kita, bulan syawal pun segera menyambut dengan sayur opor yang sudah siap santap dalam panci. Rasa suka cita menyelimuti dibalik kesedihan yang masih terasa karena ramadhan yang semakin menjauh. Keluarga besar berkumpul, bercanda, berbagi pengalaman hingga sesuatu yang berbau materi pun juga tak luput menjadi objek yang dibagikan. Silaturahmi kesana kemari sudah nampak dimana-mana. Ya, mungkin seperti itulah gambaran tentang hari raya idul fitri yang baru saja aku alami. Rasa suka cita, senyuman, rekreasi, serta cerita-cerita konyol menghiasi hari-hariku selama kurang lebih sepekan. 

Saat itu hari selasa. Hari ke 2 setelah lebaran. Matahari mulai menunjukkan wujudnya. Hawa dingin masih menusuk ke dalam tulang. Aku ambil air wudhu untuk menjalankan ibadah sholat shubuh yang biasa aku kerjakan. Bacaan demi bacaan aku baca, gerekan demi gerakan aku lakukan. Hingga selesailah aku menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Dari lantai bawah, terdengar suara ibu yang memanggil namalu. Secara reflek, aku bergegas meninggalkan kamar dan turun menghampiri ibuku yang berada di bawah. Beliau menanyakan tentang agenda keluargaku hari ini yang rencananya akan berwisata ke Goa Pindul. Namun, tak kusangka ibuku tadi meminta izin untuk tidak mengikuti acara tersebut. Karena kantornya yang sudah beroperasi. Hatiku merasa kecewa. Tapi emang begitulah resiko mempunyai ibu sebagai PNS. Aku pun kembali melanjutkan tidur di kamarku yang berada di lantai atas hingga panas matahari mulai terasa. 

Ketika asyik berselancar di alam mimpi, terdengar suara telepon genggamku tanda pesan baru masuk. Aku segera bangun dan membaca pesan yang datang. Dengan mata yang masi kabur, aku melihat nama teman baikku yang mengirim pesan itu. Seperti biasa, dia membalas pesanku semalam yang belum sempat dia balas karena matanya yang sudah tidak bisa dibuka lagi. Setelah itu, aku bangun dan mandi lalu sarapan. Sembari menunggu bapakku yang masih bersiap, aku menyempatkan diri untuk menonton televisi walaupun hanya sebentar. Tak sampai setengah jam setelah itu, bapakku memanggilku untu mengajakku beserta kakak dan adikku untuk menuju ke rumah nenekku yang tak jauh dari rumah. 

Sesampainya di sana, sepupu-sepupuku sudah berkumpul di rumah. Tapi ternyata, saudar-saudaraku yang lain belum bersiap-siap. Sehinggaakupun melanjutkan acara menonton televisi ku di sana. Sesekali aku melihat telepon genggamku apakah teman baikku itu membalas pesanku atau belum. Waktu terus berjalan hingga jam kini menunjukkan pukul 10.00. Sauda-saudaraku sudah bersiapuntuk berangkat. Aku mencoba menanyakan ibukku apakah beliau benar-benar tidak jadi ikut. Dan setelah adikku menelepon beliau, ternyata beliau bisa ikut karena beliau mengajukan izin acara keluarga. Beberapa menit kemudian, ibukku datang. Dan segeralah kami berangkat ke tempat tujuan. 

Di jalan, kami bercanda, bercerita dengan semua yang ada di mobil. Tapi di mobilku, tidak ada anak kecil. Sehingga suasana tidak terlalu ramai. Mungkin yang membuat ramai hanya obrolan ala ibu-ibu yang seakan seperti kereta api. Ketika sampai di sekitar Piyungan, volume kendaraan mulai meningkat dan akhirnya berujung kemacetan sebelum naik menuju ke Gunung Kidul. Namun kemacetan itu hanya bertahan sekitar 10 sampai 15 menit dan jalan kembali lancar hingga perjalanan pun sampai di sebuah masjid yang katanya tidak jauh dari lokasi Goa tersebut.Kami beristirahat sejenak sambil melaksanakan ibadah sholat dhuhur. Tak lama kemudian, kami melanjutkan perjalanan sehingga kami sampai di tempat tujuan.

Kendaraan padat, kerumunan oran di mana-mana. Mungkin seperti itulah gambaran keadaan yang terjadi saat itu. memang sangat ramai suasana di sana. Dan kami tidak beruntung. tak ada lagi lahan parkir yang bisa kami tempati hingga kami menemukan sebuah gang yang sempit.Secara spontan, kami pun memakirkan 2 mobil yang kami bawa di sana. Keluar dari mobil, kami sedikit berfoto-foto di sana. Kami mencba mencari tempat untuk makan siang. tapi tak ada tempat yang cocok yang bisa kami tempati untuk makan. Dari kejauhan, nampak sekelompok warga yang terlihat memandangi kami. Awalnya kami mengira mereka akan mengusir kami karena telah parkir sembarangan. Mereka semakin mendekat dan ada seorang warga mendekat. Ternyata mereka menawarkan rumah mereka sebagai tempat beristirahat. Karena mereka tahu pasti kami merasa lelah sehingga butuh tempat beristirahat.Setelah beberapa saat dan dengan malu-malu, kami menerima tawaran mereka. walaupun sempat sungkan dan merepotkan. 

Di rumah tersebut, kami beristirahat, makan, dan mengobrol dengan sang tuan rumah. Kami diperlakukan layaknya kerabat dekat mereka. Padahal kami bukanlah siapa-siapa mereka. Kami baru pertama kali bertemu di sana. Dan yang membuatku terkesan adalah sifat mereka yang masih sangat ramah. Seakan-akan kami adalah kerabat dekat mereka yang sudah sangat sering bermain di sana. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan kami ke Goa Pindul. Di sana sungainya sangat jernih.sehingga enjadikan suatu pemandangan tersendiri. Kami menyusuri tempat itu selama setengah jam. Lalu kami melanjutkan petualangan kami di Sungai Oyo. Pemandangan di sana seperti Great Canyon di Indonesia walaupun ukurannya jauh lebih kecil. Puas berjalan-jalan, kami kembali ke basecamp di rumah warga tadi. Di sna, senyuman hangat sang tuan rumah masih terpancar dari raut wajahnya. Hingga kami berpamitan untuk kembali ke habitat kami di Bantul.

Dari pengalamanku berekreasi di tempat itu, memang objek wisata di sana sangat mengasyikkan. Tapi bagiku, aa hal lain yang lebih menarik yang bisa dijadikan sebuah pelajaran berharga bagi kita semua dalam bermasyarakat. Di mana warga sana sangat terbuka dengan kedatangan orang asing yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Mereka menerima, menjamu, dan memperlakukan orang asing itu seperti kerabat dekatnya sendiri yang tiap hari datang untuk menjenguknya. Hal lain yang sangat istimewa adalah mereka sama sekali tidak meminta timbal balik. Mereka tidak meminta uang sepeserpun. Mereka ikhlas menolong tanpa pamrih. Suatu keadaan yang sangat jarang kita temui dimana autis sosial sudah menjamur dimana-mana. Mungkin mereka memang orang di daerah terpencil yang akses menuju ke daerahnya saja masih relatif sulit. Namun dibalik kesulitan menembus terjalnya medan batu kapur tersebut terdapat sebuah harta yang sangat bernilai. Di mana ada sekelompok masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai gotong-royong yang seakan hampir punah di era globalisasi ini. 
7.07.2012 0 komentar

Melawan Kematian

              Siang itu begitu panas. Terik matahari sangat menyengat kulit, bahkan yang di bawah kain sekalipun. Ayah, ibu, dan kakakku merasa hawa seperti neraka yang bocor. Dua kipas angin kodok yang kita punya tidak mampu menangkal panasnya siang itu. Keringat mengguyur keluargaku dari ujung rambut hingga kaki, yang membuat pakaian basah kuyup. Mereka tak tahan panas itu, ayahku telanjang dada tidur di atas ubin untuk mengeringkan tubuh. Apa yang keluargaku rasakan, berbeda yang kurasakan. Aku merasa panas hari itu adalah dingin bagiku. Aku menggigil, tubuhku menggulung dan bergetar, dingin, dingin sekali yang kurasa, hingga kasur lantai yang aku baut tidur, ku ubah menjadi selimut tebal menangkal dinginnya hawa. Ya saat itu aku terkena demam tinggi, tak tahu aku penyebabnya, tiba-tiba itu muncul begitu saja dua hari terkahir.  Ibuku heran bukan main, hawa begitu panas tapi anaknya menggigil kedinginan. Ia akhirnya memanggil ayahku untuk membawaku ke rumah sakit. Tapi ayahku menolaknya, ia begitu anti dengan sebuah tempat yang bernama ‘rumah sakit’
.
                   ‘Pak, sebaiknya kita bawa Surya ke rumah sakit. Badannya panas, ia menggigil kedinginan. Aku tak tahan melihatnya.’ Ibuku bicara dengan ayahku dengan penuh kecemasan.

                ‘Alah, jangan gegabah dulu. Baru tiga hari. Tanya anaknya mau apa enggak dibawa ke rumah sakit.’ Dengan nada santai ayahku menjawab. Akhirnya ibuku menghampirikku yang sedang mencoba tertidur menghilangkan rasa dingin.

                   ‘Sur, kerumah sakit po?’Tanya ibuku serambi memegang jidad besarku yang panas luar biasa. Tanpa berfikir panjang aku menjawab dengan satu kata ‘ya’. Ya karena aku tak tahan dengan keadaan seperti itu. Ayahku yang anti ‘rumah sakit’, akhirnya mau mengantarkan aku dan ibuku ke rumah sakit negara. Sepeda motor kecil dipakai oleh tiga orang, aku ada ditengah mengenakan jaket tebal, dan penutup kepala. Sebuah tindakan yang tak masuk akal, ditengah hawa yang panas bukan main. Orang-orang di traffic light melihatku dengan penuh tanda tanya besar di kepala mereka, melihat pakaian yang aku kenakan. Tapi aku membiarkannya, yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya biar aku sembuh dari penyakit ini.

*******


                   Sesampainya di rumah sakit, aku dan ibuku turun, dan ayahku pergi begitu saja. Sebenarnya aku takut dengan rumah sakit, dengan jarumnya, stetoscop, apalagi bau khasnya yang mebuat aku ingin muntah. Tapi aku beranikan langkah untuk memasuki rumah sakit. Aku duduki kursi lobi, dan menunggu panggilan seorang suster yang keluar dari lorong poli anak. Satu jam aku menunggu, akhirnya seorang suster keluar dari lorong memanggil namaku sebanyak tiga kali. Tanpa basa basi aku masuki ruangan dokter. ‘Masuk dan tidur di kasur itu mas.’ Suruh dokter cantik setengah tua dengan nama Laras di seragam kerjanya. Tanpa menjawab aku langsung tidur. Kemudian dokter Laras masuk. Tak ada sepuluh menit memeriksaku, ia langsung keluar serambi menyuruhku bangun. Kemudian ia menulis resep pada secarik kertas kecil persegi empat dan memberikannya kepada ibuku yang dari tadi duduk dikursi tunggu periksa depan meja dokter.

                   ‘Ini bu resepnya, dapat ditebus di apotik rumah sakit.’ Ujar Bu Laras dengan senyuman manis. Akhirnya aku keluar dari ruang periksa menuju apotik rumah sakit, ketika beberapa langkah keluar dari ruang itu, kepala ku menjadi pusing, mataku berkunang-kunang. Aku sudah tidak tahan, melihat hal itu ibuku langsung menyuruh duduk dan tidur di kursi tunggu depan poli. Kemudian ibuku pergi meninggalkanku menuju apotik. Aku sendiri tidur di kursi tunggu depan lobi, banyak orang melihatku, tapi aku biarkan saja. Dua jam menunggu dengan tidur, akhirnya ibuku datang membawa satu tas kresek penuh dengan obat. Kemudian aku pulang ke rumah.

                  Sesampainya dirumah, segera aku makan apa yang ada, aku makan semangka sisa dua hari lalu, yang ternyata sudah basi dan ibuku lupa membuangnya. Tidak ada yang memperingatkanku. Kemudian aku tidur pulas, meski badan malah semakin buruk sepulang dari rumah sakit.

*****

                  Satu minggu aku minum obat dari rumah sakit, tapi tak kunjung sembuh malah semakin memburuk. Pada malam hari pukul sembilan, aku mengalami puncak kesaliktanku. Tubuhku panas tinggi, dan aku menggil tanpa henti. Akhirnya aku dibawa kerumah sakit dan langsung dibawa menuju ruang terang, dimana banyak suster dan dokter yang telah bersiaga disana, namanya UGD. Baru Pertama kali aku masuk ruangan itu. Kemudian, stetoscop dingin menyentuh dadaku yang panas. Dokter menyuruh suster memasang infus pada tangan kananku. Selama satu jam di UGD, aku dikeluarkan menuju ruang inap. Dan pertama kali itu juga aku menginap di rumah sakit karena sakit. Pagi sudah datang, tapi aku belum membaik, kupaksakan untuk bangun, ketika membuka mata telah berjajar keluarga besarku datang menjengukku. Aku merasa malu, karena menjadi beban keluarga. Tapi daripada mati lebih baik aku malu, karena masih banyak impian yang belum aku capai. Keluargaku selalu menyemangatiku agar aku lekas sembuh. Mereka membawa apapun yang mereka bisa bawa. Padahal waktu itu aku belum boleh makan apapun karena diagnosa dokter belum keluar.

                 Dua hari kemudian, diagnosa dokter keluar, aku mengidap penyakit tifus stadium atas. Dokter berkata jika dua hari tidak di bawa ke rumah sakit, maka nyawa anak ini pun tak akan memasuki tubuhnya. Diagnosa keluar berubahlah kebiasaan ku semua. Aku tidak boleh makan apapun, jika aku salah makan maka nyawa pun melayang. Aku hanya boleh makan makanan dari rumah sakit tidak boleh dari luar. Padahal makanan rumah sakit adalah makanan yang paling tidak enak yang pernah aku makan. Hambar, nasi berbentuk setengah bubur setengah nasi, lauknya hanya itu-itu saja, membosankan. Hal itu sama saja membunuhku secara perlahan. Setiap makanan yang diberikan dari rumah sakit tak pernah aku makan, mungkin hanya lima atau sepuluh sendok makan, lalu aku suruh habiskan ibuku yang selalu menemaniku. 

                   Kebiasaanku itulah yang membuatku semakin kritis, tubuhku drop, suhu tubuh tinggi lagi, mukaku pucat dan tubuhku lemas seperti orang yang tinggal beberapa menit lagi akan meninggal. aku tak tahan kemudian pingsan. Dalam keadaan itulah ibuku khawatir dan memanggil dokter. Ketika aku dalam keadaan mata terpejam, datanglah sesosok lelaki tinggi, berkulit putih dan berjubah putih. Ia tersenyum padaku, senyumannya sungguh manis, seperti senyuman orang suci. Ia mendekatiku memberi senyuman, dan membelai rambutku. Ia menarik nafas pelan dan berkata. ‘Allah masih memberimu kesempatan untukmu nak, aku tak dapat membawamu pergi sekarang. Allah masih ingin melihat kau menggapai impianmu,sekarang bangunlah bangunlah temui ibumu yang bertasbih meminta kemurahan-Nya. Ayo bangunlah..’ serunya padaku. Lalu ia pergi beberapa langkah dan hilang.

                  Dia pergi dan aku bangun dari pangglan Tuahn sekejap itu. Aku membuka mata. Pembukaan mataku mengubah kecemasan menjadi tarikan bibir manis ibuku. Dokter Laras tersenyum. Ia menuyuruhku banyak hal dan mendukungku agar tetap hidup. Akhirya yang ibuku dan Dokter Laras katakan selalu kulakukan. Aku makan sebanyak-banyaknya meski lidah tak bisa merasa. Aku lakukan ibadah solat lima waktu dengan berbaring di atas kasur. Setiap gerakan solat kusisipi doa. ‘Ya Allah, Ya Rabb, berikan kemurahan-Mu padaku. Berikan aku kesempatan kedua untuk membenhi hidup.’ Pinta ku pada Tuhan.
Aku ucapkan kalimat itu, setiap hari, sebagai ungkapan sesal dan tebusan dosa hidupku. 

                 Satu minggu aku di rumah sakit, dan melakukan apa yang disarankan, akhirnya aku membaik. Aku ingin pulang, dalam benakku yang aku inginkan segera menyantap nasi goreng Bu Manto, tetanggaku yang super lezat. Ibuku menemui dokter untuk meminta izin keluar. Tapi Dokter Laras menolak, aku harus tinggal di tempat ini satu minggu lagi.   Satu minggu adalah waktu yang lama bagiku, seperti satu tahun jika di penjara ini. Aku tetap memaksa ibuku merayu dokter agar aku keluar dari tempat ini.  Dengan berbagai cara ibuku lakukan, akhirnya Dokter Laras menyetujui dengan satu syarat aku tak boleh bergerak selama tiga bulan, dan hanya terbaring di tempat tidur saja. Aku mnyetujuinya akhirnya aku pulang dari neraka ini.

****

                Tiga bulan aku terbaring di ranjang. Rasanya seperti orang terkena stroke. Pagi, siang, sore, malam selama tiga bulan aku hanya memandangi tempat yang sama, yaitu kamarku. Aku tak bisa memandang udara dan pemandangan luar yang indah. Tidak bisa merasakan belaian hangat sinar matahari langsung hanya belaian lampu neon 5 watt. Aku tidak bisa tertawa bersama teman, hanya tv kecil hitam putih yang menemaniku. Berak, kencing mandi jadi satu tempat. Ah keadaan ini aku syukuri daripada aku tinggal dirumah sakit yang meropotkan banyak orang. 

                Pada akhirnya, awal tahun ajaran baru sekolah aku berangkat menemui teman sekelas yang telah lama menunggu kedatanganku. Aku bermain, tertawa, bercanda, sedih, senang bersama teman lagi. Senang sekali rasanya menikmati hidup sehat, menikmati indahnya dunia ini, melihat luasnya alam ini. Rantai kematian yang membelengguku selama berbulan-bulan akhirnya lepas. Karunia Tuhan telah menyertaiku dalam hidup ini.
****
               Kebahagiaanku kemudian sirna, dalam akhir sekolahku kelas enam, selang satu tahun pelepasan kematian. Datang lagi kematian menghampiriku. Dari gigitan satu hewan bernama aydes aygeypty, telah membawaku dalam ujung ajalku kembali. Diawali dengan demam  yang tinggi secara mendadak. Dua hari kemudian, bercak-bercak merah muncul satu per satu memenuhi tubuhku. Aku tak tahu kalau itu adalah gejala penyakit demam berdarah, yang banyak merenggut anak-anak di Indonesia. Aku kira hanya penyakit biasa, jadi aku biarkan saja. Hingga satu minggu, baru aku tak tahan, bercak semakin merah merekah, suhu badan semakin tinggi. Kemudian aku dibwa menuju rumah sakit, di siang hari. Hanya diperiksa sebentar, dokter langsung mengatakan dua kata yang membuatku kaget luar bisa, “opname bu”. Opname lagi, dalam hati aku mengatakannya. Siang hari jarang pasien dirawat inap, mungkin hanya diperiksa saja, tapi ini langsung diopname, mungkin parah sekali sakitku ini, gumamku.

               Satu hari kemudian, diagnosa dokter keluar. Masih sama, Dokter Laras yang menanganiku. ‘Tuhan masih memberi kesempatan untuk anak ibu. Jika turun 5 angka trombosit anak ibu. Anak ibu tidak bisa menikmati dunia ini lagi. Bersyukurlah ibu.’ Katanya kepada ibuku.

               Aku mendengar percakapan itu, sangat bersyukur sekali. Tuhan masih memberi aku kesempatan hidup lagi. Dua hari keadaanku membaik seperti orang sehat. Tapi ternyata itulah fase kritis. Ketika aku tidur, datang lagi pria suci itu, dengan seyuman manis dan dihaiasi sinar-sinar terang. ‘Nak, sepertinya aku akan membawamu sekarang menuju keabadian. Aku merasa kasihan melihat kau tersiksa seperti ini.’ Serunya pada nyawuku. Aku tidak akan putus asa. Impian dan tujuan hidup belum ku capai. Tolong bicarakan keputusan ini pada Tuhan sekali lagi. Sampaikan pesanku kepada Tuhan bahwa aku masih ingin hidup masih ingin mengabdi pada Tuhan.’ Jawabku. Lalu ia tersenyum manis, memejamkan mata sejejnak sebagai tanda ucapan ‘ya’  untuk menjawab permintaanku. Ia lalu pergi dengan langakah pelan. Kemudian aku terbangun. Tubuhku panas 38 derajat, perawat yang dipanggil ibuku kemudian datang.

                ‘alhamdulillah bu, anaknya sudah panas.’ jawabnya serambi tangannya memegang jidadku.  

                ‘kok alhamdulillah mas?’Tanya ibuku heran, dengan dahi mengkerut.

                ‘iya. Anak ibu sudah melalui masa kritis, sekarang melalui masa penyembuhan.’ Jawabnya dengan tersenyum.

                  Aku mendengarnya sagat senang sekali seperti aku mendapat hadiah rumah mewah kawasan elit. Tapi ini lebih kareana Tuhan menghadiahkanku nyawa ketiga kalinya. Tuhan telah berbaik hati, terimakasih Tuhan. Empat hari setelah aku melewati fase kritis.aku diperbolehkan pulang. Pulang sama halnya sehat, sebuah anugrah yang luar biasa yang aku dapatkan dari Tuhan. Kado yang sangat luar biasa, yang mungkin tidak banyakorang memperolehnya. Tuahn telah menghidupkan tubuhku ini melalu kasih syang-Nya dan kemurahan-Nya. Aku dapat melihat lagi hijaunya daun, birunya laut dan awan, hitamnya malam, hangatnya belaian mentari, dan merasakan banyak lagi karunia Tuhan. Aku sekarang dapat tertawa bersama keluarga dan teman.

                Inilah hidupku ketiga, yang harus aku lalui dengan kegiatan yang baik dan bermanfaat, untuk menebus dosaku pada Tuhan.Terimakasih Tuhan Ya Rabb, Engkau berikan anugerah terbesar dalam hidupku ini.

Janganlah kalian putus asa, takdir dapat kita rubah selagi kita bekerja keras untuk merubahnya.Tuhan tidak akan merubah takdir kita, selagi kita merubah takdir kita sendiri. Semangat!


Oleh :
-Surya Jatmika-
7.02.2012 0 komentar

Biarkan Mereka. . . Tetap Liar!!


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : P.53/Menhut-II/2006

Dalam butir kelima tertulis "Kebun Binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis melalui kegiatan penyelamatan, rehabilitasi dan reintroduksi alam dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat;"

Dari kutipan diatas seharusnya kebun binatang merupakan tempat konservasi eks-situ yang menampung binatang-binatang liar yang habitatnya di rusak oleh manusia demi kepentingan bisnis. Binatang tadi dirawat, dilindungi, dan di kembangbiakkan di situ. Manfaat lain dari kebun binatang merupakan tempat untuk berekreasi serta sebagai sarana edukasi bagi anak-anak khususnya pelajar. Biasanya di dalam kebun binatang tersebut banyak terdapat berbagai macam satwa-satwa liar yang dilindungi karena keberadaannya hampir punah. Kemudian disana juga terdapat sirkus dari binatang yang sudah dilatih. Mereka menampilkan berbagai atraksi yang umumnya hanya bisa di lakukan manusia atau bahkan hanya sebagian orang yang dapat melakukannya. Atraksi para binatang tadi sangat menarik para wisatawan. Sehingga membuat kebun biatang selalu ramai oleh pengunjung.


Tapi taukah anda apa yang ada di balik semua itu? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh COP (Centre for Orangutans Protection) dengan meneliti kondisi urangutan di berbagai kebun binatang di Indonesia. Dan hasil dari penelitian tesebut secara umum tidak baik. Mungkin jika diadakan penelitian tentang satwa lain hasilnya akan sama. Karena mereka hidup pada tempat yang sama. yaitu di balik jeruji besi dengan ruangan yang sempit. Saya di sini akan mengambil sampel tentang orangutan. Kita tahu jika orangutan adalah hewan primata yang suka bergelantungan di pohon. Oleh karena itu, orangutan membutuhkan pohon-pohon tinggi dan bercabang agar mereka terbebas dari stresdan bergelantungan dengan bebas. Bukan di kandang besi yang didalamnya hanya ada sebatang ranting yang pendek dan di ruangan sempit. Hal ini akan menimbulkan stres dan trauma bagi orangutan. Mereka juga seharusnya berkumpul dengan keluarga besarnya. Bahkan jika hewan itu adalah hewan sirkus, maka dia akan di paksa keras untuk berlatih menunjukkan berbagai macam atraksi.Tak sedikit pula yang mendapatkan siksaan agar mau menuruti perintah sang pelatih sirkus. Apakah seperti tukah yang disebut tempat konservasi? Di mana para penghuninya selalu merasa stres dan dipaksa untuk melakukan suatu hal yang di luar nalurinya. Lalu, di manakah terdapat edukasi di dalamnya? Apakah dengan menatap para binatamg yang menderita adalah sebuah edukasi? Dalam pelajaran biologi, salah satu bab yang terdapat di dalamnya yaitu mempelajari tingkah laku hewan. Hal itu hanya bisa kita dapatkan dengan mempelajarinya lebih dekat di alam bebas. Karena di alam bebas memungkinkan satwa untuk bergerak dan beraktivitas. Bukan dengan menatap binatang yang hanya terdiam dalam sangkar yang sempit.

Maka dari itulah pantas jika kebun binatang disebut sebagai tempat penyiksaan hewan. Karena di dalamnya para binatang tersiksa dengan kandang yang sempit dan tak bebas untuk bergerak. Di dalam kebun binatang, para penghuninya dijadikan sebagai alat pencetak uang dengan mempertontonkan sesuatu yang di luar dari nalurinya. Sesungguhnya binatang bukanlah mainan yang bisa diperjualbelikan atau digunakan sebagai alat pencetak rupiah. Mereka sama seperti kita. Membutuhkan keebasan, kebahagiaan serta perlindungan dari kita. Dan jika kita ingin mempelajarinya, maka datanglah ke habitat aslinya dan amatilah segala aktivitasnya. Bukan pergi ke kebun binatang dan menatap hewan yang menderita dalam jeruji besi. Itu bukanlah sebuah edukasi atau pendidikan yang benar.




Repost
7.01.2012 0 komentar

Spirit Of Revenge


Aku adalah seorang lelaki yang dilahirkan dari sebuah keluarga yang bisa dikatakan dengan berkecukupan. Tak ada kemewahan yang menghiasi kehidupanku. Aku terlahir dengan paras atau wajah dan kulit yang tidak seindah yang mereka punya. Ya, memang seperti itulah keadaanku saat itu. Ditambah lagi musibah menimpaku saat aku baru menginjakkan kakiku di kelas 1 SD. Aku menderita sebuah penyakit yang membuat pandanganku terkadang terlihat kabur serta mataku yang selalu terlihat merah. Semua sisa-sisa penyakit itu masih nampak sampai sekarang. Karena penyakit itu memang masih menyerangku hingga sekarang.

Semua kondisiku tadi membuat aku terasa lemah dan dan terkadang malu ketika berkumpul bersama karena aku merasakan sebuah perbedaan antara aku dan mereka. Bahkan, ketika wal-awal aku menderita penyakit itu, tak sedikit pula yang terkadang mengejekku karena keadaan yang seperti ini. Semua itu terasa sangat menyakitkan mengingat saat itu usiaku baru antara 7-9 tahun dan masih membekas hingga saat ini. Dan ejekan itu tadi semakin membuatku terbenam dalam jurang keputusasaan hidup yang tak berdasar sehingga aku menjadi seorang anak yang bisa dibilang susah bergaul karena malu. Saat itu, aku hanya melalui hari-hariku dengan segala yang aku punya dengan terkadang merasa malu ketika ada yang menanyakan kondisi penglihatanku yang berbeda dari yang lain. 

Hari-hari berlalu, semakin lama aku semakin dewasa dan mengerti apa sebenarnya arti dalam hidup. Untuk apa kau diciptakan? Aku diciptakan untuk beribadah tentunya sebagai seorang muslim. Selain itu, aku hidup untuk membuat orangtuaku bangga dengan apa yang akan aku dapatkan di kemudian hari. Lalu, kenapa aku harus mendengarkan ocehan mereka yang selalu merendahkanku dengan semua kelebihan yang aku tak punya? 

Aku mulai merasa bodoh ketika timbul pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Seakan aku sudah memilih sebuah jalur yang salah dalam hidup ini. Aku mulai berencana untuk memulai sebuah langkah baru dengan menghilangkan semua pandangan negatif yang selalu aku buat sendiri. Aku merasa inilah aku. Aku bukan orang lemah yang selalu berada dibawah mereka. Aku pasti memiliki sebuah kelebihan yang mungkin tak banyak yang punya. Entah di bidang apakah itu aku tidak tahu namun aku tetap percaya karena semua orang lahir dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Sejak saat itulah aku kembali menemukan inilah hidupku yang sebenarnya. Kemudian secara perlahan timbulah semangat untuk bisa membuktikan kepada semua dan khususnya bagi orang-orang yang sudah merendahkanku  bahwa dengan keadaanku yang seperti sekarang ini aku masih bisa menyamai bahkan melebihi semua yang ada di kehidupan mereka. Karena aku sebenarnya sama dengan mereka. Tak ada yang berbeda. 

Kekurangan dan kelebihan adalah sesuatu yang mutlak ada pada diri setiap orang. Tak ada gunanya mengeluh. Karena mengeluh dan merendahkan diri sendiri tak akan merubah nasib. Malahan semua itu hanya akan membuat orang yang selalu mencelamu semakin tertawa lebar dengan bangganya. Mulailah untuk bisa mengenali siapakah kamu dan apa kekurangan serta kelebihan yang ada pada dirimu. Maksimalkan itu semua dan buktikan kalau kamu bisa jadi orang yang jauh lebih baik dan hebat daripada orang-orang yang selalu merendahkanmu. Katakan saja pada mereka jika kau dihina ",Ini hidupku, kenapa kamu yang protes? Urus saja urusanmu sendiri daripada repot-repot ngurusin gue!"

Tegakkan kepala, Kepalkan tangan, mulailah untuk membuat kesuksesan dengan caramu sendiri, dan bungkam mulut besar mereka dengan apa yang kalian punya nantinya!
6.30.2012 0 komentar

Straight Edge


Straight edge merukan sebuah subkultur dari punk yang menjadi counter culture dalam penggunaan narkoba, rokok, alkohol dan perilaku seks bebas yang terjadi dalam lingkungan punk rockers. Straight edge lebih kepada lifestyle yang berpusat dalam pengembangan diri sendiri menjadi lebih baik sembari tetap bersenang-senang dan berkumpul dalam sebuah komunitas.Straight edge bukan merupakan dogma. Artinya, dalam straight edge tidak ada peraturan yang mengharuskan melakukan ini dan itu. Semua kamu yang menentukan. Dan filosofi yang mendasar dalam straight edge adalah self-control atau pengawasan terhadap diri sendiri. Mereka yang mengaku sebagai straight edge akan menjauhi semua jenis obat-obatan, rokok, alkohol, serta perilaku seks bebas.


Pergerakan straight edge bermula pada tahun 1981 di Washington DC ketika band Minor Threat menciptakan sebuah lagu berjudul straight edge yang ditulis oleh Ian MacKaye. Lagu tersebut berisikan tentang bagaimana Minor Threat menghadapi penyalahgunaan narkoba serta kehinaan jika terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan berbahaya. Dan dalam lagu out of step, juga berisikan himbauan untuk menjauhi rokok, alkohol dan kebiasaan seks bebas. Karena mereka beranggapan bahwa hubungan seks bukan untuk berganti-ganti pasangan. Dalam perkembangannya juga ada istilah vegan straight edge. Yaitu sebuah komunitas straight edge yang vegetarian karena peduli terhadap hewan.


Dalam perkembangannya, sejarah straight edge melampaui 4 masa secara umum. Yang pertama masa atau era oldschool. Masa itu dipengaruhi oleh band-band hardcore punk seperti minor threat, 7 seconds dan SSD. Musik mereka terdengar seperti orang yang sedang berorasi diiringi dengan musik yang menghentak keras dan cepat. Masa kedua yaitu masa youth crew. Pada masa ini band-band straight edge terdengar tipikal. Dan di masa inilah berkembang vegans straight edge yang dipelopori oleh youth of today. di masa selanjutnya, atau era militan, berkembang band-band straight edge yang bersifat militan. Mereka cenderung mudah menuduh, dan minim toleransi. Sehingga sangat mudah terjadi kekerasan. Salah satu band era militan ini  ialah earth crisis. Dan di era milenium baru cap-cap negatif terhadap band-band straight edge kembali pulih. Mereka lebih toleransi terhadap band-band non-straight edge. Mereka mulai berbaur dan mau untuk satu panggung dengan band-band non-straight edge.


Dalam straight edge, Adanya simbol X sudah tidak asing lagi. Hal tersebut bermula ketika band The Teen Idles sedang melaksanakan tour di San Fransisco. Dan mereka bermain di sebuah bar bernama Mabuhay's Garden. Ketika itu, usia mereka masih sangat muda. Usia mereka belum mencukupi untuk mengkonsumsi alkohol.  Sehingga pemilik bar memberikan tanda X di punggung tangan mereka agar para bartender tidak memberikan minuman beralkohol pada mereka. Dan setelah mereka kembali ke Washington DC, mereka mempopulerkan tanda X sebagai simbol dari straight edge. Selain simbol X, ada juga trio X atau XXX. Lambang tersebut mempunyai makna tersendiri. X pertama untuk tidak merokok, X kedua untuk tidak mengkonsumsi alkohol dan narkotika, serta X ketiga melambangkan untuk tidak melakukan hubungan seks di luar nikah.


Meski sering dicap "anak mami", kehadiran pergerakan straight edge ini cukup membantu bagi para remaja. Straight edge bisa menjadi pagar arus hedonisme yang semakin tak terbendung. Straight edge juga memeberikan warna baru bagi scene musik underground yang sering disebut sebagai biang rusuh, sampah masyarakat ataupun cap negatif lainnya. Straight edge bisa membuktikan bahwa tak semua scene underground itu bersifat negatif.




repost
6.29.2012 0 komentar

My Life Story

Saat aku lahir, semua orang menduga aku akan tumbuh layaknya manusia pada umumnya. Semua mrngharapkan aku bisa menjadi ini dan itu. Setidaknya, anggapan itu benar hingga masa kanak-kanakku. Di masa itu, aku hidup layaknya anak-anak pada umumnya. Bermain, bercanda, dan bisa menikmati indahnya dunia anak kecil yang penuh dengan fantasi. Banyak hal menarik yang masih bisa kuingat. Seperti ketika perpisahan TK, dan masih banyak yang lainnya. 

Namun, semua itu berubah saat aku memasuki kelas satu SD. Saat itu malam hari ketika aku mulai erasa kepalaku sangat pusing dan pandanganku mulai kabur. Tepatnya tanggal 15/09/2001. Aku ingat benar itu. Sekitar pukul 05.03 pagi hari, ortuku mengantarku ke dokter tempat biasa keluargaku berobat. Namanya Dokter Wiwid. Beliau adalah seorang dokter kepercayaan keluargaku karena memang beliau adalah teman ibuku. Pagi itu dokter memeriksaku dan menyatakan kalau aku menderita sakit panas biasa dan 'belekan' di mata. Sehingga beliau memberiku beberapa tablet obat dan salep mata. Aku mulai bisa merasa lega karena hanya menderita sakit biasa dan bisa cepat sembuh. Aku pun pulang dan segera meminum obat dan memakai salep yang diberikan dokter tadi. 

Awalnya, aku merasa beberapa saat sedikit enak dan mulai ada perbaikan dalam tubuhku. Yang semula berasa panas dingin, kini suhu badanku mulai normal dan mula bisa melakukan aktivitas. Mataku yang semula sangat susah dibuka, kini mulai bisa untuk melihat dengan jelas. Hari itu, aku mulai bisa melihat televisi dan menghabiskan waktuku dirumah bersama ibuku yang kebetulan engambil cuti karena aku sakit. Keesokan harinya, sesuatu yang berbeda kurasakan. Aku merasa kondisiku sama seperti waktu awal sakit. Bahkan bisa dibilang lebih parah dari semula. Badanku terasa panas kembali, pegal-pegal, radang tenggorokan, bahkan sampai bibirku pecah-pecah. Aku kembali dibawa ke tempat Dokter Wiwid tadi. Dan karena beliau merasa tidak mampu untuk menangani, beliau membuatkan surat rujukan ke RS. PKU Muhammadiyah Bantul. Dan segera saja aku dibawa kesana. Disana, segera saja aku oleh dokter yang berjaga. Aku tak ingat apa-apa waktu itu. Aku hanya teringat ketika aku harus diambil darah untuk mengetahui penyakit apakah yang menyerangku ini. 

Aku 'mendekam' dirumah sakit sekitar 10-12 hari. Sekitar 6 hari awal, aku tak bisa untuk membuka mata dan hanya tergeletak di atas kasur. ata ibuku, aku sangat susah diatur ketika itu. Sampai-sampai infus saja berpindah sampai 4x. Awalnya di tangan kiri, kemudian berpindah ke tangan kanan, laau kaki kanan, kiri, dan akhirnya kembali lagi ke tangan kiri. Saat itu juga aku sangat sering mengigau. Bahkan hampir tiap siang dan malam. Terkadang, aku juga malu jika mendengarkan cerita dari ibukku ketika itu. Aku juga ingat waktu itu seluruh teman SDku yang saat itu hanya berjumlah 11 orang semuanya menjengukku bersama kepala sekolah waktu itu Pak Jupriyanto yang kini menjabat di DPRD Bantul. Ya, waktu itu aku adalah angkatan pertama SDIT Ar-Raihan Bantul yang saat itu baru berdiri. Dan ternyata saat itu hubungan kekeluargaan antar guru dan murid sangat erat. Karena kami semua masih dalam 1 keluarga yang sama-sama berjuang dalam sekolah baru.

Semakin lama, kondisiku semakin baik. aku mulai bisa bicara dan makan dengan nyaman. Karena radang tenggorokanku mulai membaik. Dan saat itu juga aku baru mengetahui kalau aku divonis menderita 'sindrom steven-johnson'. dalam benakku selalu berkata "apaa itu? penyakit kok namanya aneh banget". Namun, ketika aku bertanya kepada ibuku beliau menjawab kalau itu adalah penyakit karena alergi terhadap suatu obat tertentu.Dalam hal ini, aku alergi obat berjenis sulfa. Kemudian aku berpikir lagi " kok bisa ya sama obat alergi? kok bisa ya dokter salah ngasih obat?" Namun lama-kelamaan pertanyaan itu hilang dan aku mulai sadar suatu saat pasti aku akan tahu apa yang dimaksudkan.

Selama menjalani studi di SDIT Ar-Raihan, aku seolah-olah menjadi anak emas. tetapi, Semakin lama, aku semakin merasa kurang nyaman dan terkekang. Terkadang hanya mau menendang bola saja ada guru yang melarang. Di sisi lain, ada juga keuntungannya. Saat itu aku sudah rutin menggunakan obat tetes. Sehingga semua guru bisa menetesi mataku yang saat itu aku belum bisa melakukannya sendiri. Bahkan aku ingat sekali ketika kelas 4 SD wali kelasku yang bernama Pak Faris sampai menulis jadwal tetes mataku di mading kelas.

Begitu pula dengan keadaanku di rumah. Baru keluar rumah 1 sampai 2 jam saja sudah dicari dan diajak pulang. Aku tak pernah merasa seperti anak lain yang sepertinya bebas pergi kemana mereka mau. Aku selalu menghabiskan waktuku di rumah. Mungkin hanya pergi bermain malam minggu. Itupun maksimal hanya sampai jam 9 malam. Mungkin itu penyebab mengapa aku sedikit susah bergaul. Karena aku lebih banyak diam di rumah.

Sekian lama menjalani masa SD, akhirnya aku menginjak dunia SMP. Aku sekolah di SMPIT Abu Bakar. Sebuah sekolah swasta di Jogja yang saat itu belum sebesar dan sesukses sekarang. Aku masuk sana sebenarnya karena keinginan pribadi yang saat itu penasaran. Selain karena faktor nilai UN ku yang kurang memadai untuk masuk negeri. Awal-awal masuk sana, aku tak terlalu gugup karena aku mempunyai 4 orang teman yang berasal dari SD sama.Aku sempat bingung dengan kondisi mataku. Karena sekarang sudah tidak ada yang bisa menetesiku lagi seperti dulu. Mau tak mau aku harus belajar merawat mataku sendiri. Yah seperti biasa, awalnya memang sulit dan seiring berjalannya waktu aku mulai nyaman dengan keadaanku. Di sana, aku seorang yang pemalu dan minder karena keadaanku itu. Namun, akibat dari suasana teman-teman yang ternyata sangat konyol, aku mulai berani biasa saja dan menghilangkan sifat malu itu perlahan.

Di masa SMP itu juga, aku mengalami 2 peristiwa besar. Yang pertama, aku hampir saja dikeluarkan gara-gara melakukan salah 1 pelanggaran berat. Saat itu aku masih awal kelas VIII. Dan sebagai anak yang masih sangat labil, aku mempunyai rasa penasaran yang sangat tinggi. Dan karena rasa penasaran itu aku hampir saja dikeluarkan dari sekolah. Dan mulai saat itu, aku mulai berhati-hati karena sekali melakukan pelanggaran berat aku akan dikeluarkan. dan yang kedua, saat SMP itulah aku mulai merasakan cinta yang umumnya memang sudah muncul bagi seorang yang menginjak awal remaja. Aku sempat 2 kali berpacaran dan yang terkhir bertahan sampai 1 tahun sebelum hancur ditengah jalan.




3 tahun yang melelahkan mengarungi masa-masa SMP yang penuh kenangan dan susah untuk dilupakan. Tapi, seiring berjalannya waktu aku harus meninggalkan mereka semua yang sudah membentuk karakterku saat ini. Sekarang aku sudah memasuki pintu SMA yang terlihat sangat gemerlap dan menyenangkan. Akan tetapi, dibalik pintu yang penuh kegemerlapan tadi ada sebuah perjudian besar. Di mana kita harus memilih 2 jalan yang saling bertolak belakang dengan resiko masing-masing. Aku melanjutkan studi di SMAIT Abu Bakar. Itu adalah sebuah sekolah kecil di sudut kota jogja yang belum banyak orang mengetahuinya. Memang sih sekolah ini lebih bebas dari SMP ku yang hanya membawa telepon genggam saja tidak boleh. Di sini, tak hanya telepon genggam. Barang-barang seperti laptop bahkan kendaraan bermotorpun diperbolehkan.

Banyak memang di awal masa -masa SMA yang bertingkah sesuka hati. Aku pun juga melakukan hal yang sama waktu itu. Karena aku juga seorang remaja yang baru saja memasuki dunia SMA. Memang, masa SMA sangat berbeda dengan masa SMP dulu. Di SMA, kita seolah-olah sudah dianggap dewasa sehingga kita agak bebas melakukan semau kita tanpa ada yang mengingatkan. Namun, ada hikmah dibalik itu semua.. Kita harus bisa memilih mana yang memang sesuai dengan kehidupan kita. Kita harus bisa menyaring sendiri sesuatu yang dianggap baik dan buruk.

Dan mungkin seperti itulah sedikit cerita mengenai diriku. Jika memang ada yang kurang, bisa berarti itu lupa atau memang itu adalah permasalahan pribadi yang tidak bisa aku ceritakan di sini. 





0 komentar

The Power Of Music



Saat ini, musik bukan lagi merupakan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari kita. Di mana saja, kita dapat dengan mudah mendengarkan berbagai alunan musik dari genre yang bermacam-macam.Bahkan media massa pun selalu di hiasi dengan hal-hal yang berbau tentang musik.Musik seakan-akan telah merasuk dan menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang. Umumnya, orang mendengarkan musik sebagai hiburan ataupun ungkapan perasaan yang sedang dirasakan seseorang. Tapi, tak ada yang menduga jika musik dapat menjadi sebuah media resistensi terhadap berbagai macam ketimpangan sosial yang merebak di masyarakat. Seperti rasisme, fasisme serta kekejaman rezim penguasa.

Dewasa ini, Semakin banyak para musisi yang melakukan perlawanan melalui musik dengan berbagai genre. Mulai dari blues, punk, reggae, hiphop hingga pop pun tak kalah ikut ambil bagian dalam upaya menyuarakan aspirasi mereka melalui musik. Punk misalnya, scene musik yang lahir dari semangat para remaja kelas pekerja yang merasa didiskriminasi oleh kaum penguasa ini selalu bernyanyi dengan lirik penuh sindiran terhadap para rezim yang berkuasa. Dan tak jarang lirik-lirik itu membuat para kalangan atas naik pitam. Genre musik yang lahir tahun 1970an itu juga menyuarakan ketidakadilan dalam industri musik pada saat itu. Dimana industri musik pada saat itu dikuasai oleh musisi rock kelas mapan seperti Rollingstone, Elvis Presley dan The Beatles. Musik-musik punk di anggap tidak laku dan tak layak edar sehingga musisi punk dianggap sebaga 'rock n roll jalur kiri' karena lirik-liriknya menceritakan tentang kekejaman rezim penguasa, aparat, serta kemarahan yang mirip seperti teriakan demonstran. Biasanya musik bergenre punk berisikan tentang, ketidakadilan, anarkisme atau kebebasan, rasisme dan fasisme, serta masih banyak lagi.Dan umumnya, musik punk dimainkan dalam tempo yang cukup cepat serta enerjik dan biasanya berbentuk grup band. Grup band punk yang berpengaruh di dunia antara lain Sex Piatol, The Clash, dan NOFX yang masih eksis hingga saat ini.

Di indonesia sendiri skena punk berkembang dengan cepat dan menjamur sejak tahun 1990an. Musik punk di sini cenderung lebih menekankan perlawanan terhadap industri musik mainstream yang ada. Kita bisa melihat semua itudari lagu TV Brain yang dibawakan oleh Superman Is Dead. Dalam lagu ini di ceritakan bagaimana busuknya para pelaku yang terlibat dalam kubus yang mengeluarkan gambar dan suara itu. Serta peranan televisi yang membuat arus globalisasi semakin tak terbendung dengan sistem neoliberalisme ekonomi yang menyebabkan kalangan bawah semakin terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Selain dari jalur musik, para 'punk rockers' juga melakukan resistensi melalui media fashion. Di mana para 'punk rockers' membuat clothing distro sebagai bentuk perlawanan anak muda yang konsumtif dengan mendewakan clothing luar negeri macam levi's, nike, serta adidas.Hal itu merupakan sebuah wujud implementasi dari ideologi mereka yang 'do it yourself'.

Dalam skena musik blues pun tak jauh beda latarbelakangnya dengan scene musik punk. Berawal dari para budak kulit hitam di amerika, mereka menyuarakan tentang rasisme. Krena pada masa itu golongan afrika atau kulit hitam dijadikan budak. Setiap mereka bekerja ataupun istirahat di sore hari, mereka selalu menyanyikan lagu pujian kepada allah dan di selingi lagu sedih(blues) khas afrika. Dan tentunya dengan lirik perbudakan.Mungkin saat ini musik blues sudah mulai punah di telan waktu. Tapi sebuah acara betajuk 'BLUES FOR FREEDOM' menunjukkan masih eksisnya scene blues di tanah air.

Selain itu masih ada scene musik pop yang umumnya dipennuhi dengan senandung merdu melankolis bertemakan cinta. Tetapi, ternyata musik ini juga cukup manjur untuk menyampaikan sebuah perlawanan. Di buktikan dengan sindiran Iwan Fals dalam lagu 'Demokrasi Nasi' dan 'Pola Sederhana' yang membuat dirinya harus berurusan dengan pihak berwenang dalam 2 minggu. Kemudian masih ada Efek Rumah Kaca denan lagu-lagunya yang berisikan sindiran terhadap anak muda yang konsumtif dan mendewakan cinta lewat lagu 'cinta melulu' dan 'Jatuh Cinta Itu Biasa Saja' serta lagu 'Belanja Terus Sampai Mati'.

Beberapa contoh tadi membuktikan bahwa musik tidak hanya sekedar hiburan semata. Lebih dari itu, musik juga mampu digunakan sebagai media perlawanan terhadap sesuatu. Efek musik dalam dunia politik sudah bisa dirasakan. Terbukti dengan tidak terpilihnya Bush sebagai presiden amerika lagi karena musisi disana bersatu dan sepakat untuk tidak memilih lagi Bush. Para musisi menolak Bush dengan berbagai cara. Mulai dari pamflet, sampai membuat album kompilasi. Dan sudah saatnya sekarang musik juga harus dapat mempengaruhi kondisi politik di Indonesia. Karena musik sekarang sudah menjadi sesosok makhluk yang bisa melakukan perubahan.

Repost 
2.29.2012 0 komentar

Pelangi Itu Indah

Pelangi, mungkin akan sedikit jarang kita temui. Dia hanya muncul pada saat - saat tertentu dan tak bisa diprediksi. Dan ketika kita melihatnya, pasti kita akan sedikit takjub. Karena terdapat warna - warna yang indah seolah menghiasi langit yang biru. Begitu pula hidup kita. Hidup kita tak jauh dari pelangi itu.

Mengapa bisa seperti itu? Kita hidup tentunya tak sendiri. Kita hidup pastinya mempunyai orang - orang yang selalu berada di sekitar kita. Entah mereka selalu menyukai dan memberi kita semangat, ataupun orang - orang yang selalu membenci dan mencoba untuk menjatuhkan kita. Namun, biasanya, iri, benci, dan segala jenisnya itu muncul karena adanya perbedaan. Seperti pendapat, kepentingan ataupun pandangan terhadap sesuatu. Ya, terkadang perbedaan memang menimbulkan perpecahan dan kebencian. Tapi dari sisi lain, perbedaan bisa semakin melengkapi apa - apa yang tidak kita miliki. Dengan kata lain, saling melengkapi.

Tentu kita sudah tahu bahwa manusia diciptakan di dunia ini pasti tidak ada yang sama. Mereka mempunyai banyak sekali perbedaan. Dari segi fisik maupun dari segi mental atau psikologisnya. Tak perlu jauh-jauh untuk mengambil contoh, di sekolahku saja banyak sekali murid yang berasal dari luar daerah asalku. Yaitu Yogyakarta. Umumnya mereka mempunyai tradisi atau budaya yang berbeda. Ada yang ketika berbicara sangat keras dan terkadang menyakitkan. Namun banyak juga teman-temanku yang bisa berbicara secara halus dan sangat enak didengar. Kemudian ada yang sangat sensitif ketika bercanda, ada juga yang berhati baja karena walaupun diejek bagaimanapun tak akan tersinggung. Awalnya, aku menganggap mereka bisa diperlakukan sama. Namun, setelah beberapa waktu aku mulai sadar bahwa mereka tak bisa diperlakukan sama. Karena memang kenyataannya mereka tak sama. Aku mulai beradaptasi dengan memperlakukan mereka seperti apa yang kutahu. Sehingga kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja tanpa menimbulkan konflik. Bahkan bisa untuk saling membantu. Ketika ada seorang yang salah dan tak ada yang menegurnya, saat itulah orang yang mempunyai suara tegas dan menyakitkan untuk berani mengingatkan.

Untuk itulah, mau tidak mau kita harus bisa bertoleransi. Karena dunia ini penuh dengan warna yang tentunya tidak sama. Perbedaan itu wajar, tinggal kita sendiri yang harus sanggup untuk menanggapinya. jangan menganggap satu perbedaan itu menjadi sesuatu yang 'waw kok aneh ya? kok beda ya?'. Namun tanggapi saja sewajarnya. Karena itu adalah kodrat dari seorang manusia. Jadikan sesuatu yang berbeda tadi sebagai sebuah pengetahuan. Dan bila cocok dengan pemikiran kita, kenapa tidak ditiru? Itu kan baik. Intinya, perbedaan itu ibarat warna-warni pada pelangi di langit yang sangat indah ketika memandangnya. Karena warna-warna itu juga yang selalu menghiasi hidup kita.

 
;