Saat aku lahir, semua orang menduga aku akan tumbuh layaknya manusia pada umumnya. Semua mrngharapkan aku bisa menjadi ini dan itu. Setidaknya, anggapan itu benar hingga masa kanak-kanakku. Di masa itu, aku hidup layaknya anak-anak pada umumnya. Bermain, bercanda, dan bisa menikmati indahnya dunia anak kecil yang penuh dengan fantasi. Banyak hal menarik yang masih bisa kuingat. Seperti ketika perpisahan TK, dan masih banyak yang lainnya. 

Namun, semua itu berubah saat aku memasuki kelas satu SD. Saat itu malam hari ketika aku mulai erasa kepalaku sangat pusing dan pandanganku mulai kabur. Tepatnya tanggal 15/09/2001. Aku ingat benar itu. Sekitar pukul 05.03 pagi hari, ortuku mengantarku ke dokter tempat biasa keluargaku berobat. Namanya Dokter Wiwid. Beliau adalah seorang dokter kepercayaan keluargaku karena memang beliau adalah teman ibuku. Pagi itu dokter memeriksaku dan menyatakan kalau aku menderita sakit panas biasa dan 'belekan' di mata. Sehingga beliau memberiku beberapa tablet obat dan salep mata. Aku mulai bisa merasa lega karena hanya menderita sakit biasa dan bisa cepat sembuh. Aku pun pulang dan segera meminum obat dan memakai salep yang diberikan dokter tadi. 

Awalnya, aku merasa beberapa saat sedikit enak dan mulai ada perbaikan dalam tubuhku. Yang semula berasa panas dingin, kini suhu badanku mulai normal dan mula bisa melakukan aktivitas. Mataku yang semula sangat susah dibuka, kini mulai bisa untuk melihat dengan jelas. Hari itu, aku mulai bisa melihat televisi dan menghabiskan waktuku dirumah bersama ibuku yang kebetulan engambil cuti karena aku sakit. Keesokan harinya, sesuatu yang berbeda kurasakan. Aku merasa kondisiku sama seperti waktu awal sakit. Bahkan bisa dibilang lebih parah dari semula. Badanku terasa panas kembali, pegal-pegal, radang tenggorokan, bahkan sampai bibirku pecah-pecah. Aku kembali dibawa ke tempat Dokter Wiwid tadi. Dan karena beliau merasa tidak mampu untuk menangani, beliau membuatkan surat rujukan ke RS. PKU Muhammadiyah Bantul. Dan segera saja aku dibawa kesana. Disana, segera saja aku oleh dokter yang berjaga. Aku tak ingat apa-apa waktu itu. Aku hanya teringat ketika aku harus diambil darah untuk mengetahui penyakit apakah yang menyerangku ini. 

Aku 'mendekam' dirumah sakit sekitar 10-12 hari. Sekitar 6 hari awal, aku tak bisa untuk membuka mata dan hanya tergeletak di atas kasur. ata ibuku, aku sangat susah diatur ketika itu. Sampai-sampai infus saja berpindah sampai 4x. Awalnya di tangan kiri, kemudian berpindah ke tangan kanan, laau kaki kanan, kiri, dan akhirnya kembali lagi ke tangan kiri. Saat itu juga aku sangat sering mengigau. Bahkan hampir tiap siang dan malam. Terkadang, aku juga malu jika mendengarkan cerita dari ibukku ketika itu. Aku juga ingat waktu itu seluruh teman SDku yang saat itu hanya berjumlah 11 orang semuanya menjengukku bersama kepala sekolah waktu itu Pak Jupriyanto yang kini menjabat di DPRD Bantul. Ya, waktu itu aku adalah angkatan pertama SDIT Ar-Raihan Bantul yang saat itu baru berdiri. Dan ternyata saat itu hubungan kekeluargaan antar guru dan murid sangat erat. Karena kami semua masih dalam 1 keluarga yang sama-sama berjuang dalam sekolah baru.

Semakin lama, kondisiku semakin baik. aku mulai bisa bicara dan makan dengan nyaman. Karena radang tenggorokanku mulai membaik. Dan saat itu juga aku baru mengetahui kalau aku divonis menderita 'sindrom steven-johnson'. dalam benakku selalu berkata "apaa itu? penyakit kok namanya aneh banget". Namun, ketika aku bertanya kepada ibuku beliau menjawab kalau itu adalah penyakit karena alergi terhadap suatu obat tertentu.Dalam hal ini, aku alergi obat berjenis sulfa. Kemudian aku berpikir lagi " kok bisa ya sama obat alergi? kok bisa ya dokter salah ngasih obat?" Namun lama-kelamaan pertanyaan itu hilang dan aku mulai sadar suatu saat pasti aku akan tahu apa yang dimaksudkan.

Selama menjalani studi di SDIT Ar-Raihan, aku seolah-olah menjadi anak emas. tetapi, Semakin lama, aku semakin merasa kurang nyaman dan terkekang. Terkadang hanya mau menendang bola saja ada guru yang melarang. Di sisi lain, ada juga keuntungannya. Saat itu aku sudah rutin menggunakan obat tetes. Sehingga semua guru bisa menetesi mataku yang saat itu aku belum bisa melakukannya sendiri. Bahkan aku ingat sekali ketika kelas 4 SD wali kelasku yang bernama Pak Faris sampai menulis jadwal tetes mataku di mading kelas.

Begitu pula dengan keadaanku di rumah. Baru keluar rumah 1 sampai 2 jam saja sudah dicari dan diajak pulang. Aku tak pernah merasa seperti anak lain yang sepertinya bebas pergi kemana mereka mau. Aku selalu menghabiskan waktuku di rumah. Mungkin hanya pergi bermain malam minggu. Itupun maksimal hanya sampai jam 9 malam. Mungkin itu penyebab mengapa aku sedikit susah bergaul. Karena aku lebih banyak diam di rumah.

Sekian lama menjalani masa SD, akhirnya aku menginjak dunia SMP. Aku sekolah di SMPIT Abu Bakar. Sebuah sekolah swasta di Jogja yang saat itu belum sebesar dan sesukses sekarang. Aku masuk sana sebenarnya karena keinginan pribadi yang saat itu penasaran. Selain karena faktor nilai UN ku yang kurang memadai untuk masuk negeri. Awal-awal masuk sana, aku tak terlalu gugup karena aku mempunyai 4 orang teman yang berasal dari SD sama.Aku sempat bingung dengan kondisi mataku. Karena sekarang sudah tidak ada yang bisa menetesiku lagi seperti dulu. Mau tak mau aku harus belajar merawat mataku sendiri. Yah seperti biasa, awalnya memang sulit dan seiring berjalannya waktu aku mulai nyaman dengan keadaanku. Di sana, aku seorang yang pemalu dan minder karena keadaanku itu. Namun, akibat dari suasana teman-teman yang ternyata sangat konyol, aku mulai berani biasa saja dan menghilangkan sifat malu itu perlahan.

Di masa SMP itu juga, aku mengalami 2 peristiwa besar. Yang pertama, aku hampir saja dikeluarkan gara-gara melakukan salah 1 pelanggaran berat. Saat itu aku masih awal kelas VIII. Dan sebagai anak yang masih sangat labil, aku mempunyai rasa penasaran yang sangat tinggi. Dan karena rasa penasaran itu aku hampir saja dikeluarkan dari sekolah. Dan mulai saat itu, aku mulai berhati-hati karena sekali melakukan pelanggaran berat aku akan dikeluarkan. dan yang kedua, saat SMP itulah aku mulai merasakan cinta yang umumnya memang sudah muncul bagi seorang yang menginjak awal remaja. Aku sempat 2 kali berpacaran dan yang terkhir bertahan sampai 1 tahun sebelum hancur ditengah jalan.




3 tahun yang melelahkan mengarungi masa-masa SMP yang penuh kenangan dan susah untuk dilupakan. Tapi, seiring berjalannya waktu aku harus meninggalkan mereka semua yang sudah membentuk karakterku saat ini. Sekarang aku sudah memasuki pintu SMA yang terlihat sangat gemerlap dan menyenangkan. Akan tetapi, dibalik pintu yang penuh kegemerlapan tadi ada sebuah perjudian besar. Di mana kita harus memilih 2 jalan yang saling bertolak belakang dengan resiko masing-masing. Aku melanjutkan studi di SMAIT Abu Bakar. Itu adalah sebuah sekolah kecil di sudut kota jogja yang belum banyak orang mengetahuinya. Memang sih sekolah ini lebih bebas dari SMP ku yang hanya membawa telepon genggam saja tidak boleh. Di sini, tak hanya telepon genggam. Barang-barang seperti laptop bahkan kendaraan bermotorpun diperbolehkan.

Banyak memang di awal masa -masa SMA yang bertingkah sesuka hati. Aku pun juga melakukan hal yang sama waktu itu. Karena aku juga seorang remaja yang baru saja memasuki dunia SMA. Memang, masa SMA sangat berbeda dengan masa SMP dulu. Di SMA, kita seolah-olah sudah dianggap dewasa sehingga kita agak bebas melakukan semau kita tanpa ada yang mengingatkan. Namun, ada hikmah dibalik itu semua.. Kita harus bisa memilih mana yang memang sesuai dengan kehidupan kita. Kita harus bisa menyaring sendiri sesuatu yang dianggap baik dan buruk.

Dan mungkin seperti itulah sedikit cerita mengenai diriku. Jika memang ada yang kurang, bisa berarti itu lupa atau memang itu adalah permasalahan pribadi yang tidak bisa aku ceritakan di sini. 





0 komentar:

Posting Komentar

 
;