10.09.2011

Aku Bangga Masuk IPS

Mungkin saat ini kebanyakan orang menilai kelas IPS adalah kelas yang dinomor 2 kan. Kebanyakan orang lebih memilih untuk masuk IPA dengan berbagai alasan. Mulai dari cita-cita, perintah orang tua, agar mudah mencari jurusan kuliah, ataupun hanya sekedar gengsi semata untuk di cap 'anak pintar'. Pada faktanya seorang yang masuk ke dalam kelas IPS tidak leluasa dalam memilih jurusan saat masuk ke dalam perguruan tinggi pada masa yang akan datang. Tapi bagiku semua itu bukanlah menjadi sebuah alasan. Karena memang sebuah masa depan bukan ditentukan ketika kita sudah masuk dalam perguruan tinggi. Tapi sudah kita bayangkan sejak kita memasuki masa-masa SMA. Sehingga kita bisa mudah untuk menentukan semua langkah-langkah yang harus ditempuh.

Banyak yang mengatakan jika anak-anak IPS cenderung lebih 'bandel' daripada anak IPA. Aku tak bisa memungkirinya. Memang pada kenyataannya seperti itu. Pada awlnya aku memang agak sedikit terganggu dengan tingkah mereka yang kadang seenak jidat melakukan sesuatu bahkan membolos. Tapi anggaplah itu sebagai tantangan untuk bisa menjadi cahaya dalam kegelapan yang bisa menyinari mereka semua. Walaupun menjadi seorang yang bisa mempengaruhi orang lain tidaklah mudah.

Bagiku, semua jurusan itu sama. Tak ada yang berbeda dan tak ada yang lebih baik. Tinggal hanya pribadi-pribadinya saja yang harus bisa memilih sesuai dengan keinginan. Bukan karena gengsi atau sebuah anggapan. Label 'pintar' tidak hanya bisa kita dapatkan di IPA. Tetapi kita pun bisa menjadi pribadi yang pintar melalui jalur IPS. Karena pintar itu relatif. Tidak hanya sebatas menjadi dokter, arsitek, atau ilmuwan yang lebih populer dianggap sebagai seseorang yang genius atau pintar. Karena seorang psikologatau sosiolog juga patut menyandang gelar orang pintar. Karena mereka bisa mengubah mindset seseorang untuk bisa menjadi lebih baik.

Memang, masuk IPS adalah sebuah perjudian. Di mana kita akan mendapatkan sukses besar jika kita berhasil melaluinya dan dan kerugian yang dahsyat jika kita gagal melampauinya adalah resiko.






0 komentar:

Posting Komentar

 
;