7.07.2012 0 komentar

Melawan Kematian

              Siang itu begitu panas. Terik matahari sangat menyengat kulit, bahkan yang di bawah kain sekalipun. Ayah, ibu, dan kakakku merasa hawa seperti neraka yang bocor. Dua kipas angin kodok yang kita punya tidak mampu menangkal panasnya siang itu. Keringat mengguyur keluargaku dari ujung rambut hingga kaki, yang membuat pakaian basah kuyup. Mereka tak tahan panas itu, ayahku telanjang dada tidur di atas ubin untuk mengeringkan tubuh. Apa yang keluargaku rasakan, berbeda yang kurasakan. Aku merasa panas hari itu adalah dingin bagiku. Aku menggigil, tubuhku menggulung dan bergetar, dingin, dingin sekali yang kurasa, hingga kasur lantai yang aku baut tidur, ku ubah menjadi selimut tebal menangkal dinginnya hawa. Ya saat itu aku terkena demam tinggi, tak tahu aku penyebabnya, tiba-tiba itu muncul begitu saja dua hari terkahir.  Ibuku heran bukan main, hawa begitu panas tapi anaknya menggigil kedinginan. Ia akhirnya memanggil ayahku untuk membawaku ke rumah sakit. Tapi ayahku menolaknya, ia begitu anti dengan sebuah tempat yang bernama ‘rumah sakit’
.
                   ‘Pak, sebaiknya kita bawa Surya ke rumah sakit. Badannya panas, ia menggigil kedinginan. Aku tak tahan melihatnya.’ Ibuku bicara dengan ayahku dengan penuh kecemasan.

                ‘Alah, jangan gegabah dulu. Baru tiga hari. Tanya anaknya mau apa enggak dibawa ke rumah sakit.’ Dengan nada santai ayahku menjawab. Akhirnya ibuku menghampirikku yang sedang mencoba tertidur menghilangkan rasa dingin.

                   ‘Sur, kerumah sakit po?’Tanya ibuku serambi memegang jidad besarku yang panas luar biasa. Tanpa berfikir panjang aku menjawab dengan satu kata ‘ya’. Ya karena aku tak tahan dengan keadaan seperti itu. Ayahku yang anti ‘rumah sakit’, akhirnya mau mengantarkan aku dan ibuku ke rumah sakit negara. Sepeda motor kecil dipakai oleh tiga orang, aku ada ditengah mengenakan jaket tebal, dan penutup kepala. Sebuah tindakan yang tak masuk akal, ditengah hawa yang panas bukan main. Orang-orang di traffic light melihatku dengan penuh tanda tanya besar di kepala mereka, melihat pakaian yang aku kenakan. Tapi aku membiarkannya, yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya biar aku sembuh dari penyakit ini.

*******


                   Sesampainya di rumah sakit, aku dan ibuku turun, dan ayahku pergi begitu saja. Sebenarnya aku takut dengan rumah sakit, dengan jarumnya, stetoscop, apalagi bau khasnya yang mebuat aku ingin muntah. Tapi aku beranikan langkah untuk memasuki rumah sakit. Aku duduki kursi lobi, dan menunggu panggilan seorang suster yang keluar dari lorong poli anak. Satu jam aku menunggu, akhirnya seorang suster keluar dari lorong memanggil namaku sebanyak tiga kali. Tanpa basa basi aku masuki ruangan dokter. ‘Masuk dan tidur di kasur itu mas.’ Suruh dokter cantik setengah tua dengan nama Laras di seragam kerjanya. Tanpa menjawab aku langsung tidur. Kemudian dokter Laras masuk. Tak ada sepuluh menit memeriksaku, ia langsung keluar serambi menyuruhku bangun. Kemudian ia menulis resep pada secarik kertas kecil persegi empat dan memberikannya kepada ibuku yang dari tadi duduk dikursi tunggu periksa depan meja dokter.

                   ‘Ini bu resepnya, dapat ditebus di apotik rumah sakit.’ Ujar Bu Laras dengan senyuman manis. Akhirnya aku keluar dari ruang periksa menuju apotik rumah sakit, ketika beberapa langkah keluar dari ruang itu, kepala ku menjadi pusing, mataku berkunang-kunang. Aku sudah tidak tahan, melihat hal itu ibuku langsung menyuruh duduk dan tidur di kursi tunggu depan poli. Kemudian ibuku pergi meninggalkanku menuju apotik. Aku sendiri tidur di kursi tunggu depan lobi, banyak orang melihatku, tapi aku biarkan saja. Dua jam menunggu dengan tidur, akhirnya ibuku datang membawa satu tas kresek penuh dengan obat. Kemudian aku pulang ke rumah.

                  Sesampainya dirumah, segera aku makan apa yang ada, aku makan semangka sisa dua hari lalu, yang ternyata sudah basi dan ibuku lupa membuangnya. Tidak ada yang memperingatkanku. Kemudian aku tidur pulas, meski badan malah semakin buruk sepulang dari rumah sakit.

*****

                  Satu minggu aku minum obat dari rumah sakit, tapi tak kunjung sembuh malah semakin memburuk. Pada malam hari pukul sembilan, aku mengalami puncak kesaliktanku. Tubuhku panas tinggi, dan aku menggil tanpa henti. Akhirnya aku dibawa kerumah sakit dan langsung dibawa menuju ruang terang, dimana banyak suster dan dokter yang telah bersiaga disana, namanya UGD. Baru Pertama kali aku masuk ruangan itu. Kemudian, stetoscop dingin menyentuh dadaku yang panas. Dokter menyuruh suster memasang infus pada tangan kananku. Selama satu jam di UGD, aku dikeluarkan menuju ruang inap. Dan pertama kali itu juga aku menginap di rumah sakit karena sakit. Pagi sudah datang, tapi aku belum membaik, kupaksakan untuk bangun, ketika membuka mata telah berjajar keluarga besarku datang menjengukku. Aku merasa malu, karena menjadi beban keluarga. Tapi daripada mati lebih baik aku malu, karena masih banyak impian yang belum aku capai. Keluargaku selalu menyemangatiku agar aku lekas sembuh. Mereka membawa apapun yang mereka bisa bawa. Padahal waktu itu aku belum boleh makan apapun karena diagnosa dokter belum keluar.

                 Dua hari kemudian, diagnosa dokter keluar, aku mengidap penyakit tifus stadium atas. Dokter berkata jika dua hari tidak di bawa ke rumah sakit, maka nyawa anak ini pun tak akan memasuki tubuhnya. Diagnosa keluar berubahlah kebiasaan ku semua. Aku tidak boleh makan apapun, jika aku salah makan maka nyawa pun melayang. Aku hanya boleh makan makanan dari rumah sakit tidak boleh dari luar. Padahal makanan rumah sakit adalah makanan yang paling tidak enak yang pernah aku makan. Hambar, nasi berbentuk setengah bubur setengah nasi, lauknya hanya itu-itu saja, membosankan. Hal itu sama saja membunuhku secara perlahan. Setiap makanan yang diberikan dari rumah sakit tak pernah aku makan, mungkin hanya lima atau sepuluh sendok makan, lalu aku suruh habiskan ibuku yang selalu menemaniku. 

                   Kebiasaanku itulah yang membuatku semakin kritis, tubuhku drop, suhu tubuh tinggi lagi, mukaku pucat dan tubuhku lemas seperti orang yang tinggal beberapa menit lagi akan meninggal. aku tak tahan kemudian pingsan. Dalam keadaan itulah ibuku khawatir dan memanggil dokter. Ketika aku dalam keadaan mata terpejam, datanglah sesosok lelaki tinggi, berkulit putih dan berjubah putih. Ia tersenyum padaku, senyumannya sungguh manis, seperti senyuman orang suci. Ia mendekatiku memberi senyuman, dan membelai rambutku. Ia menarik nafas pelan dan berkata. ‘Allah masih memberimu kesempatan untukmu nak, aku tak dapat membawamu pergi sekarang. Allah masih ingin melihat kau menggapai impianmu,sekarang bangunlah bangunlah temui ibumu yang bertasbih meminta kemurahan-Nya. Ayo bangunlah..’ serunya padaku. Lalu ia pergi beberapa langkah dan hilang.

                  Dia pergi dan aku bangun dari pangglan Tuahn sekejap itu. Aku membuka mata. Pembukaan mataku mengubah kecemasan menjadi tarikan bibir manis ibuku. Dokter Laras tersenyum. Ia menuyuruhku banyak hal dan mendukungku agar tetap hidup. Akhirya yang ibuku dan Dokter Laras katakan selalu kulakukan. Aku makan sebanyak-banyaknya meski lidah tak bisa merasa. Aku lakukan ibadah solat lima waktu dengan berbaring di atas kasur. Setiap gerakan solat kusisipi doa. ‘Ya Allah, Ya Rabb, berikan kemurahan-Mu padaku. Berikan aku kesempatan kedua untuk membenhi hidup.’ Pinta ku pada Tuhan.
Aku ucapkan kalimat itu, setiap hari, sebagai ungkapan sesal dan tebusan dosa hidupku. 

                 Satu minggu aku di rumah sakit, dan melakukan apa yang disarankan, akhirnya aku membaik. Aku ingin pulang, dalam benakku yang aku inginkan segera menyantap nasi goreng Bu Manto, tetanggaku yang super lezat. Ibuku menemui dokter untuk meminta izin keluar. Tapi Dokter Laras menolak, aku harus tinggal di tempat ini satu minggu lagi.   Satu minggu adalah waktu yang lama bagiku, seperti satu tahun jika di penjara ini. Aku tetap memaksa ibuku merayu dokter agar aku keluar dari tempat ini.  Dengan berbagai cara ibuku lakukan, akhirnya Dokter Laras menyetujui dengan satu syarat aku tak boleh bergerak selama tiga bulan, dan hanya terbaring di tempat tidur saja. Aku mnyetujuinya akhirnya aku pulang dari neraka ini.

****

                Tiga bulan aku terbaring di ranjang. Rasanya seperti orang terkena stroke. Pagi, siang, sore, malam selama tiga bulan aku hanya memandangi tempat yang sama, yaitu kamarku. Aku tak bisa memandang udara dan pemandangan luar yang indah. Tidak bisa merasakan belaian hangat sinar matahari langsung hanya belaian lampu neon 5 watt. Aku tidak bisa tertawa bersama teman, hanya tv kecil hitam putih yang menemaniku. Berak, kencing mandi jadi satu tempat. Ah keadaan ini aku syukuri daripada aku tinggal dirumah sakit yang meropotkan banyak orang. 

                Pada akhirnya, awal tahun ajaran baru sekolah aku berangkat menemui teman sekelas yang telah lama menunggu kedatanganku. Aku bermain, tertawa, bercanda, sedih, senang bersama teman lagi. Senang sekali rasanya menikmati hidup sehat, menikmati indahnya dunia ini, melihat luasnya alam ini. Rantai kematian yang membelengguku selama berbulan-bulan akhirnya lepas. Karunia Tuhan telah menyertaiku dalam hidup ini.
****
               Kebahagiaanku kemudian sirna, dalam akhir sekolahku kelas enam, selang satu tahun pelepasan kematian. Datang lagi kematian menghampiriku. Dari gigitan satu hewan bernama aydes aygeypty, telah membawaku dalam ujung ajalku kembali. Diawali dengan demam  yang tinggi secara mendadak. Dua hari kemudian, bercak-bercak merah muncul satu per satu memenuhi tubuhku. Aku tak tahu kalau itu adalah gejala penyakit demam berdarah, yang banyak merenggut anak-anak di Indonesia. Aku kira hanya penyakit biasa, jadi aku biarkan saja. Hingga satu minggu, baru aku tak tahan, bercak semakin merah merekah, suhu badan semakin tinggi. Kemudian aku dibwa menuju rumah sakit, di siang hari. Hanya diperiksa sebentar, dokter langsung mengatakan dua kata yang membuatku kaget luar bisa, “opname bu”. Opname lagi, dalam hati aku mengatakannya. Siang hari jarang pasien dirawat inap, mungkin hanya diperiksa saja, tapi ini langsung diopname, mungkin parah sekali sakitku ini, gumamku.

               Satu hari kemudian, diagnosa dokter keluar. Masih sama, Dokter Laras yang menanganiku. ‘Tuhan masih memberi kesempatan untuk anak ibu. Jika turun 5 angka trombosit anak ibu. Anak ibu tidak bisa menikmati dunia ini lagi. Bersyukurlah ibu.’ Katanya kepada ibuku.

               Aku mendengar percakapan itu, sangat bersyukur sekali. Tuhan masih memberi aku kesempatan hidup lagi. Dua hari keadaanku membaik seperti orang sehat. Tapi ternyata itulah fase kritis. Ketika aku tidur, datang lagi pria suci itu, dengan seyuman manis dan dihaiasi sinar-sinar terang. ‘Nak, sepertinya aku akan membawamu sekarang menuju keabadian. Aku merasa kasihan melihat kau tersiksa seperti ini.’ Serunya pada nyawuku. Aku tidak akan putus asa. Impian dan tujuan hidup belum ku capai. Tolong bicarakan keputusan ini pada Tuhan sekali lagi. Sampaikan pesanku kepada Tuhan bahwa aku masih ingin hidup masih ingin mengabdi pada Tuhan.’ Jawabku. Lalu ia tersenyum manis, memejamkan mata sejejnak sebagai tanda ucapan ‘ya’  untuk menjawab permintaanku. Ia lalu pergi dengan langakah pelan. Kemudian aku terbangun. Tubuhku panas 38 derajat, perawat yang dipanggil ibuku kemudian datang.

                ‘alhamdulillah bu, anaknya sudah panas.’ jawabnya serambi tangannya memegang jidadku.  

                ‘kok alhamdulillah mas?’Tanya ibuku heran, dengan dahi mengkerut.

                ‘iya. Anak ibu sudah melalui masa kritis, sekarang melalui masa penyembuhan.’ Jawabnya dengan tersenyum.

                  Aku mendengarnya sagat senang sekali seperti aku mendapat hadiah rumah mewah kawasan elit. Tapi ini lebih kareana Tuhan menghadiahkanku nyawa ketiga kalinya. Tuhan telah berbaik hati, terimakasih Tuhan. Empat hari setelah aku melewati fase kritis.aku diperbolehkan pulang. Pulang sama halnya sehat, sebuah anugrah yang luar biasa yang aku dapatkan dari Tuhan. Kado yang sangat luar biasa, yang mungkin tidak banyakorang memperolehnya. Tuahn telah menghidupkan tubuhku ini melalu kasih syang-Nya dan kemurahan-Nya. Aku dapat melihat lagi hijaunya daun, birunya laut dan awan, hitamnya malam, hangatnya belaian mentari, dan merasakan banyak lagi karunia Tuhan. Aku sekarang dapat tertawa bersama keluarga dan teman.

                Inilah hidupku ketiga, yang harus aku lalui dengan kegiatan yang baik dan bermanfaat, untuk menebus dosaku pada Tuhan.Terimakasih Tuhan Ya Rabb, Engkau berikan anugerah terbesar dalam hidupku ini.

Janganlah kalian putus asa, takdir dapat kita rubah selagi kita bekerja keras untuk merubahnya.Tuhan tidak akan merubah takdir kita, selagi kita merubah takdir kita sendiri. Semangat!


Oleh :
-Surya Jatmika-
7.02.2012 0 komentar

Biarkan Mereka. . . Tetap Liar!!


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : P.53/Menhut-II/2006

Dalam butir kelima tertulis "Kebun Binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan dan pelestarian jenis melalui kegiatan penyelamatan, rehabilitasi dan reintroduksi alam dan dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sarana rekreasi yang sehat;"

Dari kutipan diatas seharusnya kebun binatang merupakan tempat konservasi eks-situ yang menampung binatang-binatang liar yang habitatnya di rusak oleh manusia demi kepentingan bisnis. Binatang tadi dirawat, dilindungi, dan di kembangbiakkan di situ. Manfaat lain dari kebun binatang merupakan tempat untuk berekreasi serta sebagai sarana edukasi bagi anak-anak khususnya pelajar. Biasanya di dalam kebun binatang tersebut banyak terdapat berbagai macam satwa-satwa liar yang dilindungi karena keberadaannya hampir punah. Kemudian disana juga terdapat sirkus dari binatang yang sudah dilatih. Mereka menampilkan berbagai atraksi yang umumnya hanya bisa di lakukan manusia atau bahkan hanya sebagian orang yang dapat melakukannya. Atraksi para binatang tadi sangat menarik para wisatawan. Sehingga membuat kebun biatang selalu ramai oleh pengunjung.


Tapi taukah anda apa yang ada di balik semua itu? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh COP (Centre for Orangutans Protection) dengan meneliti kondisi urangutan di berbagai kebun binatang di Indonesia. Dan hasil dari penelitian tesebut secara umum tidak baik. Mungkin jika diadakan penelitian tentang satwa lain hasilnya akan sama. Karena mereka hidup pada tempat yang sama. yaitu di balik jeruji besi dengan ruangan yang sempit. Saya di sini akan mengambil sampel tentang orangutan. Kita tahu jika orangutan adalah hewan primata yang suka bergelantungan di pohon. Oleh karena itu, orangutan membutuhkan pohon-pohon tinggi dan bercabang agar mereka terbebas dari stresdan bergelantungan dengan bebas. Bukan di kandang besi yang didalamnya hanya ada sebatang ranting yang pendek dan di ruangan sempit. Hal ini akan menimbulkan stres dan trauma bagi orangutan. Mereka juga seharusnya berkumpul dengan keluarga besarnya. Bahkan jika hewan itu adalah hewan sirkus, maka dia akan di paksa keras untuk berlatih menunjukkan berbagai macam atraksi.Tak sedikit pula yang mendapatkan siksaan agar mau menuruti perintah sang pelatih sirkus. Apakah seperti tukah yang disebut tempat konservasi? Di mana para penghuninya selalu merasa stres dan dipaksa untuk melakukan suatu hal yang di luar nalurinya. Lalu, di manakah terdapat edukasi di dalamnya? Apakah dengan menatap para binatamg yang menderita adalah sebuah edukasi? Dalam pelajaran biologi, salah satu bab yang terdapat di dalamnya yaitu mempelajari tingkah laku hewan. Hal itu hanya bisa kita dapatkan dengan mempelajarinya lebih dekat di alam bebas. Karena di alam bebas memungkinkan satwa untuk bergerak dan beraktivitas. Bukan dengan menatap binatang yang hanya terdiam dalam sangkar yang sempit.

Maka dari itulah pantas jika kebun binatang disebut sebagai tempat penyiksaan hewan. Karena di dalamnya para binatang tersiksa dengan kandang yang sempit dan tak bebas untuk bergerak. Di dalam kebun binatang, para penghuninya dijadikan sebagai alat pencetak uang dengan mempertontonkan sesuatu yang di luar dari nalurinya. Sesungguhnya binatang bukanlah mainan yang bisa diperjualbelikan atau digunakan sebagai alat pencetak rupiah. Mereka sama seperti kita. Membutuhkan keebasan, kebahagiaan serta perlindungan dari kita. Dan jika kita ingin mempelajarinya, maka datanglah ke habitat aslinya dan amatilah segala aktivitasnya. Bukan pergi ke kebun binatang dan menatap hewan yang menderita dalam jeruji besi. Itu bukanlah sebuah edukasi atau pendidikan yang benar.




Repost
7.01.2012 0 komentar

Spirit Of Revenge


Aku adalah seorang lelaki yang dilahirkan dari sebuah keluarga yang bisa dikatakan dengan berkecukupan. Tak ada kemewahan yang menghiasi kehidupanku. Aku terlahir dengan paras atau wajah dan kulit yang tidak seindah yang mereka punya. Ya, memang seperti itulah keadaanku saat itu. Ditambah lagi musibah menimpaku saat aku baru menginjakkan kakiku di kelas 1 SD. Aku menderita sebuah penyakit yang membuat pandanganku terkadang terlihat kabur serta mataku yang selalu terlihat merah. Semua sisa-sisa penyakit itu masih nampak sampai sekarang. Karena penyakit itu memang masih menyerangku hingga sekarang.

Semua kondisiku tadi membuat aku terasa lemah dan dan terkadang malu ketika berkumpul bersama karena aku merasakan sebuah perbedaan antara aku dan mereka. Bahkan, ketika wal-awal aku menderita penyakit itu, tak sedikit pula yang terkadang mengejekku karena keadaan yang seperti ini. Semua itu terasa sangat menyakitkan mengingat saat itu usiaku baru antara 7-9 tahun dan masih membekas hingga saat ini. Dan ejekan itu tadi semakin membuatku terbenam dalam jurang keputusasaan hidup yang tak berdasar sehingga aku menjadi seorang anak yang bisa dibilang susah bergaul karena malu. Saat itu, aku hanya melalui hari-hariku dengan segala yang aku punya dengan terkadang merasa malu ketika ada yang menanyakan kondisi penglihatanku yang berbeda dari yang lain. 

Hari-hari berlalu, semakin lama aku semakin dewasa dan mengerti apa sebenarnya arti dalam hidup. Untuk apa kau diciptakan? Aku diciptakan untuk beribadah tentunya sebagai seorang muslim. Selain itu, aku hidup untuk membuat orangtuaku bangga dengan apa yang akan aku dapatkan di kemudian hari. Lalu, kenapa aku harus mendengarkan ocehan mereka yang selalu merendahkanku dengan semua kelebihan yang aku tak punya? 

Aku mulai merasa bodoh ketika timbul pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Seakan aku sudah memilih sebuah jalur yang salah dalam hidup ini. Aku mulai berencana untuk memulai sebuah langkah baru dengan menghilangkan semua pandangan negatif yang selalu aku buat sendiri. Aku merasa inilah aku. Aku bukan orang lemah yang selalu berada dibawah mereka. Aku pasti memiliki sebuah kelebihan yang mungkin tak banyak yang punya. Entah di bidang apakah itu aku tidak tahu namun aku tetap percaya karena semua orang lahir dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Sejak saat itulah aku kembali menemukan inilah hidupku yang sebenarnya. Kemudian secara perlahan timbulah semangat untuk bisa membuktikan kepada semua dan khususnya bagi orang-orang yang sudah merendahkanku  bahwa dengan keadaanku yang seperti sekarang ini aku masih bisa menyamai bahkan melebihi semua yang ada di kehidupan mereka. Karena aku sebenarnya sama dengan mereka. Tak ada yang berbeda. 

Kekurangan dan kelebihan adalah sesuatu yang mutlak ada pada diri setiap orang. Tak ada gunanya mengeluh. Karena mengeluh dan merendahkan diri sendiri tak akan merubah nasib. Malahan semua itu hanya akan membuat orang yang selalu mencelamu semakin tertawa lebar dengan bangganya. Mulailah untuk bisa mengenali siapakah kamu dan apa kekurangan serta kelebihan yang ada pada dirimu. Maksimalkan itu semua dan buktikan kalau kamu bisa jadi orang yang jauh lebih baik dan hebat daripada orang-orang yang selalu merendahkanmu. Katakan saja pada mereka jika kau dihina ",Ini hidupku, kenapa kamu yang protes? Urus saja urusanmu sendiri daripada repot-repot ngurusin gue!"

Tegakkan kepala, Kepalkan tangan, mulailah untuk membuat kesuksesan dengan caramu sendiri, dan bungkam mulut besar mereka dengan apa yang kalian punya nantinya!
 
;